AKU
Lagi-lagi aku harus pergi sendiri tanpa teman yang mendampingi. Sedikit kecewa tapi ini bisa kujadikan me time untukku. Entah ini akan menjadi kepergian yang menyenangkan atau tidak, aku berusaha untuk tetap semangat dengan ransel di pundakku.
Di pusat kota, aku menemukan penginapan murah namun sudah tampak tua. Aku masuk dan memesan kamar, resepsionis tampak tidak ramah tanpa senyum yang merekah. Mungkin saja dia kesal karena hotel semakin sepi.
Setelah itu aku kembali keluar, tepat di depan hotel banyak orang yang mengerumuni mobil yang sudah penyok, sepertinya ada kecelakaan. Aku menghampiri kerumunan itu, sedikit penasaran apakah ada korban? Benar saja, ada yang tertabrak.
Perempuan dengan ekspresi datar di sampingku menegurku. “Sebaiknya jangan kamu lihat,” ucapnya memandang lurus.
Aku mengerutkan dahi dan tetap melihat, dan itu adalah keputusan yang salah. Sungguh kaget dengan yang kulihat, aku telah tergeletak, terluka parah, dan berlumuran darah. Wanita yang di sampingku tadi tersenyum datar, membuatku mulai ketakutan.
Tidak, ini tidak mungkin terjadi. Aku berlari dengan sangat kencang meninggalkan lokasi kecelakaan. Perempuan di sampingku hanya melihat sampai aku menghilang dari penglihatan.
Kembali, orang-orang aneh berkeliaran di jalan. Apa ini sebenarnya? Mereka tampak bukan seperti orang normal yang hidup. Tetapi lebih seperti mayat-mayat hidup berjalan.
Perempuan itu kembali muncul, dengan pandangan datarnya ia menatapku. Aku berusaha menghindarinya, namun terus saja bertemu dengannya. Siapa dia, apakah malaikan pencabut nyawa?.
“Kita sama, aku akan menjadi temanmu,” ujar perempuan itu.
“Siapa kau? Aku tidak sepertimu!”
“Kau adalah nyawa yang sudah meninggalkan raganya, sama seperti aku,” ujar perempuan itu.
Aku kembali ke depan hotel tempat kecelakaan. Benar, jasad itu adalah aku yang digotong menuju ambulance, dan siap untuk dimakamkan. Aku menatap perempuan itu, dan pergi bersamanya ke atas sana.
***